Jumat, 25 Nopember 2011.....
Ini beberapa Guru yang bener-bener PAHLAWAN....
Hampir semua orang terpana, ketika nama perempuan ini menjadi tokoh protagonist dalam novel debutan Andrea Hirata, Laskar Pelangi. Ternyata, tokoh Bu Muslimah itu benar-benar ada.
Bukan
orang kaya maupun lulusan pendidikan tinggi; tekad, kesungguhan dan
perjuangannya memperbaiki pendidikan di kampungnya di tengah
keterbatasan, membuat malu banyak orang.
Dengan
10 muridnya di SD. Muhammadiyah Belitong, Bu Muslimah melewati
hari-harinya untuk mengajar dalam segala kebersahajaan. Tak seberapa
“reward” yang ia terima, tapi keikhlasan dan cintanya pada
murid-muridnya, teramat berkesan. Dan seorang Ikal kecil, tak pernah
melupakan sosok Ibu guru teladan itu, hingga dibawanya dalam novel
inspiratifnya yang ditulisnya puluhan tahun kemudian…
Menjadi
guru di usia 15 tahun. Keadaan mamaksanya demikian. Baru saja lulus SD,
guru satu-satunya sekaligus Kepala sekolah di SDN di Muara Enim,
Sumatera Selatan, memasuki masa pensiun. Wanhar ditunjuk untuk
menggantikan posisinya, sebab tak ada yang berminat menjadi guru di
kampungnya.
Dengan
segala keterbatasan yang ada, jadilah bocah 15 tahun itu menjadi guru
bagi adik-adik kelasnya sendiri. Sekitar 60 murid, tak mampu membayar
iuran yang diwajibkan sebesar Rp 5.000 per bulan. Untuk itulah Wanhar
“memutar otak” untuk mencari tambahan penghasilan. Dan dia menjadi buruh
penyadap karet agar tidak membebani orang tua murid untuk membayar
“upah mengajarnya”.
Selain
murid yang miskin, kondisi sekolah juga memprihatinkan. Hanya memiliki
dua kelas, dindingnya lapuk dan atapnya bolong-bolong. Saat ini, Wanhar
dibantu oleh adik dan keponakannya yang tamatan SMU untuk mengajar, dan
hanya digaji Rp 58.000 sebulan. (Kick Andy, kumpulan kisah inspiratif
2)
Jufri Umar
Dia,
putus sekolah di usia 12 tahun saat kelas 5 SD. Dia putus sekolah
karena miskin. Di usia itu, orang tuanya meninggal dunia, dan ia harus
menghidupi ketiga adiknya. Jadilah ia tulang punggung ekonomi keluarga.
Tapi,
dia tidak membiarkan dirinya bodoh, ia bertekad untuk terus belajar
walaupun tanpa menghasilkan ijazah. Sampai suatu saat, ia mengikuti
sebuah sekolah diniyah yang bangunannya tidak layak menjadi sebuah
sekolah. Ditambah lagi pembelajarannya, menurut laki-laki ini
ketinggalan jaman. Saat dia mempertanyakan proses pembelajaran itu, ia
malah ditantang untuk mengajar. Dan jadilah ia mencoba sesuatu yang
mulanya “asing” bagi dirinya.
Ketekunan
dan kesungguhannya dalam mengajar dan melalui masa-masa sulit, membuat
pemilik sekolah salut kepadanya. Dia pun dipercaya sebagai kepala
sekolah dari tahun 1986-1992.
Dialah
Jufri Umar, bintang tamu dalam acara Kick Andy yang bertema pendidikan,
juga salah satu nominator zero to hero. Di bawah kepemimpinan Jufri
Umar, sekolah yang tadinya hanya MI, akhirnya dapat berkembang sampai
memiliki Tsanawiyah. Bahkan beberapa kali murid-muridnya berprestasi
setiap kali ujian nasional diadakan. Sekolah yang didirikan Jufri,
menggratiskan semua biaya pendidikan bagi murid-muridnya, jauh sebelum
BOS diluncurkan.
Apa
yang membuatnya menggratiskan biaya sekolah bagi murid-muridnya?
Ternyata pengalaman tidak bisa melanjutkan sekolah karena kemiskinan
yang membuatnya termotivasi mendirikan sekolah gratis.
“Supaya
anak-anak di desa saya, tidak bernasib sama seperti saya. Bahkan, saya
pernah bercita-cita, seandainya saya kaya, orang satu desa saya
gratiskan sekolah. Ternyata belum kaya itu sudah terwujud,” katanya
dalam wawancara dengan Andy Noya.
Untuk
mendapatkan tambahan penghasilan, Jufri umar tetap bertani dan bekerja
serabutan. Dia juga pernah memperoleh uang dari menuliskan pembelaan
hukum perdata. Uang itu sebagian dia sisihkan untuk keperluan
pembangunan sekolah.
Menurutnya,
orangtua murid di sekolahnya, tidak mungkin menanggung biaya
pembangunan sekolah. “90% orangtua murid adalah TKI yang bermasalah,
korban trafficking, putus kontrak, tidak dibayar, dianiaya. Pulang ke
kampung, mereka tidak bawa uang, “ tuturnya.
Sekarang,
bangunan sekolah yang dirintis Jufri, sudah tergolong bagus. Ada gedung
yang bertingkat dan sedang membangun asrama untuk murid yatim piatu.
Walaupun demikian, Jufri Umar masihlah sosok orang yang sederhana.
(kumpulan kisah inspiratif 2)
Guru
SD yang satu ini, ke mana-mana selalu membawa tongkat, karena kaki
kananya cacat. Namun, ia tetap leluasa berdiri di depan kelas untuk
mengajar anak-anak SD di Kampung Cikoneng, Puncak, Jawa Barat. Selama 27
tahun di sana, ia merintis sekolah gratis.
Semua
berawal saat Rudi berjalan-jalan di daerah Rawa Gede, Cikoneng, Tugu
Utara, Cisarua, Jawa Barat. Di sana ia melihat anak-anak bermain pada
jam sekolah. Rupanya tidak ada sekolah di kawasan itu. Akhirnya Rudi,
berinisiatif membuka SD dengan cara membujuk para orang tua untuk
menyekolahkan anaknya. Akhirnya, Rudi berhasil mendapatkan 10 anak.
Pertama
dibuka tahun 1982, sekolah Rudi belum memiliki gedung. KBM dilakukan
dengan menggelar tikar di sebuah gubuk penimbangan teh. Bertahun-tahun
seorang diri, Rudi menjadi guru kelas 1 sampai kelas 6. Rudi tidak
pernah memungut bayaran.
“Hanya
ingin melihat warga di sekitar saya terbebas dari kebodohan,
kebutahurufan. Kalau tidak ada sekolah, bagaimana mereka bersaing di
zaman modern ini?”, kata Rudi.
Supaya
sekolahnya maju, Rudi sering mencontoh SD Negeri Ciburial yang tidak
jauh dari sana. Mutu pendidikan pun bisa ditingkatkan. Akhirnya, SD
Cikoneng bisa berubah menjadi SD Negeri.
Di
balik tekad kuatnya, ternyata untuk menambal hidup, Pak guru ini
menjalani profesi yang luar biasa. Usai mengajar, Rudi menjadi tukang
parkir dan penjaga WC. Dia menjalani profesi sambilannya di lokasi
wisata Telaga Warna, Puncak Pass, Kabupaten Cianjur. Di sanalah suatu
hari ia bertemu dengan seseorang yang terheran-heran bahwa seorang guru
menyambi pekerjaan sebagai tukang parkir dan penjaga WC. Lebih heran
lagi ketika menyaksikan sekolahnya hanya bermodalkan tikar.
Orang
yang ternyata Camat Cisarua ini, akhirnya menawari Rudi untuk membangun
gedung sekolah, dan terbangunlah lima ruang kelas di sana pada tahun
1996. Jumlah muridnya pun meningkat dan guru-guru lain berdatangan.
Beban mengajar seorang diri yang selama 14 tahun mengajar sekolah itu
sendirian pun mulai berkurang. (kumpulan kisah inspiratif2)
Dia, bertahun-tahun, bertahan seorang diri mengajar di sebuah SD di pedalaman Sumatera Utara. Dan hanya dibayar dengan beras.
Dia
hanyalah seorang buruh tani, tetapi hatinya tidak rela melihat
anak-anak terlantar tak bersekolah. Di kampungnya memang tidak ada
sekolah. Karena kondisi itulah ia membangun sebuah SD darurat, yang
dindingnya hanya dari papan, dan beratap seng. Sejak 2004, Dima mengajar
seorang diri semampunya di SD yang bertempat di kawasan perkebunan
Padang Lawas, Dusun Sigoring-goring, Desa Pangirkiran, Barumun Tengah,
Tapanuli Selatan.
Walaupun
tidak berijazah guru, ia merasa terpanggil untuk mengajar, ketika warga
memintanya untuk mengajar. Awalnya, muridnya hanya 10 orang, kini ada
60 murid, dan ia mengajar seorang diri dari kelas 1 hingga kelas 6.
Setiap
murid dikenakan bayaran berupa beras 4,5 kg per bulan. Ini sudah
mencukupi kebutuhan hidup Raja dan keluarganya, di sebuah dusun yang
belum tersentuh aliran listrik. Ia pun masih mempertahankah profesinya
sebagai buruh tani. (kumpulan kisah inspiratif 2)
......Mengabdi....tanpa pamrih....
Memberi, tanpa berharap balas.....
Berjuang, tanpa ingin dikenang...........
Berkorban, dalam kesunyian.............
Guru INDONESIA....mari mendidik bangsa....
dengan kejujuran, kebaikan, dan pengabdian...
SELAMAT HARI GURU....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar