Sabtu, 19 April 2014

THE REAL HERO....

Jumat, 25 Nopember 2011.....

HARI GURU???
Ini beberapa Guru yang bener-bener PAHLAWAN....

Bu Muslimah
Hampir semua orang terpana, ketika nama perempuan ini menjadi tokoh protagonist dalam novel debutan Andrea Hirata, Laskar Pelangi. Ternyata, tokoh Bu Muslimah itu benar-benar ada.
Bukan orang kaya maupun lulusan pendidikan tinggi; tekad, kesungguhan dan perjuangannya memperbaiki pendidikan di kampungnya di tengah keterbatasan, membuat malu banyak orang.
Dengan 10 muridnya di SD. Muhammadiyah Belitong, Bu Muslimah melewati hari-harinya untuk mengajar dalam segala kebersahajaan. Tak seberapa “reward” yang ia terima, tapi keikhlasan dan cintanya pada murid-muridnya, teramat berkesan. Dan seorang Ikal kecil, tak pernah melupakan sosok Ibu guru teladan itu, hingga dibawanya dalam novel inspiratifnya yang ditulisnya puluhan tahun kemudian…

Wanhar (47 tahun)
Menjadi guru di usia 15 tahun. Keadaan mamaksanya demikian. Baru saja lulus SD, guru satu-satunya sekaligus Kepala sekolah di SDN di Muara Enim, Sumatera Selatan, memasuki masa pensiun. Wanhar ditunjuk untuk menggantikan posisinya, sebab tak ada yang berminat menjadi guru di kampungnya.
Dengan segala keterbatasan yang ada, jadilah bocah 15 tahun itu menjadi guru bagi adik-adik kelasnya sendiri. Sekitar 60 murid, tak mampu membayar iuran yang diwajibkan sebesar Rp 5.000 per bulan. Untuk itulah Wanhar “memutar otak” untuk mencari tambahan penghasilan. Dan dia menjadi buruh penyadap karet agar tidak membebani orang tua murid untuk membayar “upah mengajarnya”.
Selain murid yang miskin, kondisi sekolah juga memprihatinkan. Hanya memiliki dua kelas, dindingnya lapuk dan atapnya bolong-bolong. Saat ini, Wanhar dibantu oleh adik dan keponakannya yang tamatan SMU untuk mengajar, dan hanya digaji Rp 58.000 sebulan. (Kick Andy, kumpulan kisah inspiratif 2)

Jufri Umar
Dia, putus sekolah di usia 12 tahun saat kelas 5 SD. Dia putus sekolah karena miskin. Di usia itu, orang tuanya meninggal dunia, dan ia harus menghidupi ketiga adiknya. Jadilah ia tulang punggung ekonomi keluarga.
Tapi, dia tidak membiarkan dirinya bodoh, ia bertekad untuk terus belajar walaupun tanpa menghasilkan ijazah. Sampai suatu saat, ia mengikuti sebuah sekolah diniyah yang bangunannya tidak layak menjadi sebuah sekolah. Ditambah lagi pembelajarannya, menurut laki-laki ini ketinggalan jaman. Saat dia mempertanyakan proses pembelajaran itu, ia malah ditantang untuk mengajar. Dan jadilah ia mencoba sesuatu yang mulanya “asing” bagi dirinya.
Ketekunan dan kesungguhannya dalam mengajar dan melalui masa-masa sulit, membuat pemilik sekolah salut kepadanya. Dia pun dipercaya sebagai kepala sekolah dari tahun 1986-1992.
Dialah Jufri Umar, bintang tamu dalam acara Kick Andy yang bertema pendidikan, juga salah satu nominator zero to hero. Di bawah kepemimpinan Jufri Umar, sekolah yang tadinya hanya MI, akhirnya dapat berkembang sampai memiliki Tsanawiyah. Bahkan beberapa kali murid-muridnya berprestasi setiap kali ujian nasional diadakan. Sekolah yang didirikan Jufri, menggratiskan semua biaya pendidikan bagi murid-muridnya, jauh sebelum BOS diluncurkan.
Apa yang membuatnya menggratiskan biaya sekolah bagi murid-muridnya? Ternyata pengalaman tidak bisa melanjutkan sekolah karena kemiskinan yang membuatnya termotivasi mendirikan sekolah gratis.
Supaya anak-anak di desa saya, tidak bernasib sama seperti saya. Bahkan, saya pernah bercita-cita, seandainya saya kaya, orang satu desa saya gratiskan sekolah. Ternyata belum kaya itu sudah terwujud,” katanya dalam wawancara dengan Andy Noya.
Untuk mendapatkan tambahan penghasilan, Jufri umar tetap bertani dan bekerja serabutan. Dia juga pernah memperoleh uang dari menuliskan pembelaan hukum perdata. Uang itu sebagian dia sisihkan untuk keperluan pembangunan sekolah.
Menurutnya, orangtua murid di sekolahnya, tidak mungkin menanggung biaya pembangunan sekolah. “90% orangtua murid adalah TKI yang bermasalah, korban trafficking, putus kontrak, tidak dibayar, dianiaya. Pulang ke kampung, mereka tidak bawa uang, “ tuturnya.
Sekarang, bangunan sekolah yang dirintis Jufri, sudah tergolong bagus. Ada gedung yang bertingkat dan sedang membangun asrama untuk murid yatim piatu. Walaupun demikian, Jufri Umar masihlah sosok orang yang sederhana. (kumpulan kisah inspiratif 2)

Rudi M.S
Guru SD yang satu ini, ke mana-mana selalu membawa tongkat, karena kaki kananya cacat. Namun, ia tetap leluasa berdiri di depan kelas untuk mengajar anak-anak SD di Kampung Cikoneng, Puncak, Jawa Barat. Selama 27 tahun di sana, ia merintis sekolah gratis.
Semua berawal saat Rudi berjalan-jalan di daerah Rawa Gede, Cikoneng, Tugu Utara, Cisarua, Jawa Barat. Di sana ia melihat anak-anak bermain pada jam sekolah. Rupanya tidak ada sekolah di kawasan itu. Akhirnya Rudi, berinisiatif membuka SD dengan cara membujuk para orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Akhirnya, Rudi berhasil mendapatkan 10 anak.
Pertama dibuka tahun 1982, sekolah Rudi belum memiliki gedung. KBM dilakukan dengan menggelar tikar di sebuah gubuk penimbangan teh. Bertahun-tahun seorang diri, Rudi menjadi guru kelas 1 sampai kelas 6. Rudi tidak pernah memungut bayaran.
Hanya ingin melihat warga di sekitar saya terbebas dari kebodohan, kebutahurufan. Kalau tidak ada sekolah, bagaimana mereka bersaing di zaman modern ini?”, kata Rudi.
Supaya sekolahnya maju, Rudi sering mencontoh SD Negeri Ciburial yang tidak jauh dari sana. Mutu pendidikan pun bisa ditingkatkan. Akhirnya, SD Cikoneng bisa berubah menjadi SD Negeri.
Di balik tekad kuatnya, ternyata untuk menambal hidup, Pak guru ini menjalani profesi yang luar biasa. Usai mengajar, Rudi menjadi tukang parkir dan penjaga WC. Dia menjalani profesi sambilannya di lokasi wisata Telaga Warna, Puncak Pass, Kabupaten Cianjur. Di sanalah suatu hari ia bertemu dengan seseorang yang terheran-heran bahwa seorang guru menyambi pekerjaan sebagai tukang parkir dan penjaga WC. Lebih heran lagi ketika menyaksikan sekolahnya hanya bermodalkan tikar.
Orang yang ternyata Camat Cisarua ini, akhirnya menawari Rudi untuk membangun gedung sekolah, dan terbangunlah lima ruang kelas di sana pada tahun 1996. Jumlah muridnya pun meningkat dan guru-guru lain berdatangan. Beban mengajar seorang diri yang selama 14 tahun mengajar sekolah itu sendirian pun mulai berkurang. (kumpulan kisah inspiratif2)

Raja Dima Siregar
 
Dia, bertahun-tahun, bertahan seorang diri mengajar di sebuah SD di pedalaman Sumatera Utara. Dan hanya dibayar dengan beras.
Dia hanyalah seorang buruh tani, tetapi hatinya tidak rela melihat anak-anak terlantar tak bersekolah. Di kampungnya memang tidak ada sekolah. Karena kondisi itulah ia membangun sebuah SD darurat, yang dindingnya hanya dari papan, dan beratap seng. Sejak 2004, Dima mengajar seorang diri semampunya di SD yang bertempat di kawasan perkebunan Padang Lawas, Dusun Sigoring-goring, Desa Pangirkiran, Barumun Tengah, Tapanuli Selatan.
Walaupun tidak berijazah guru, ia merasa terpanggil untuk mengajar, ketika warga memintanya untuk mengajar. Awalnya, muridnya hanya 10 orang, kini ada 60 murid, dan ia mengajar seorang diri dari kelas 1 hingga kelas 6.
Setiap murid dikenakan bayaran berupa beras 4,5 kg per bulan. Ini sudah mencukupi kebutuhan hidup Raja dan keluarganya, di sebuah dusun yang belum tersentuh aliran listrik. Ia pun masih mempertahankah profesinya sebagai buruh tani. (kumpulan kisah inspiratif 2)

......Mengabdi....tanpa pamrih....
Memberi, tanpa berharap balas.....
Berjuang, tanpa ingin dikenang...........
Berkorban, dalam kesunyian.............
Guru INDONESIA....mari mendidik bangsa....
dengan kejujuran, kebaikan, dan pengabdian...
SELAMAT HARI GURU....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar